Rm. Joseph D. Fessio, SJ
Konstitusi Tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium, adalah satu
dari dua dokumen yang dikeluarkan pada hari yang sama, 4 Desember 1963.
Dua dokumen pertama diterbitkan oleh Konsili Vatikan II. Dokumen yang
lainnya, Inter Mirifica, berbicara perihal Komunikasi Sosial.
Sacrosanctum Consilium adalah satu dari sekian banyak dokumen dari
konsili, salah satu dari yang paling kurang dipahami dan, aku percaya,
paling membawa kekacauan, bukan oleh karena tidak dijalankan, melainkan
karena kurang dipedulikan atau disalah-artikan.
Sekarang,
seharusnya sudah tidak ada lagi argumen mengenai tujuan konsili perihal
liturgi. Konsili sesungguhnya telah mengungkapkan tujuannya pada
paragraf ke-14 dari Sacrosanctum Concilium: "Bunda Gereja sangat
menginginkan, supaya semua orang beriman dibimbing kearah keikut-sertaan
yang sepenuhnya, sadar dan aktif dalam perayaan-perayaan liturgi."
Kata-kata kunci di sini adalah "penuh, sadar dan berpartisipasi aktif."
Bahasa latin dari "partisipasi aktif" adalah actuosa participatio.
Saya telah melakukan sebuah penelitian kecil akan penggunaan sebelumnya
dari pernyataan tersebut oleh Paus dan dokumen Gereja lainnya.
Penggunaan oleh Paus untuk pertama kalinya adalah pada tahun 1903, Paus
St.Pius X, yang mempunyai moto "Omnia Instaurare in Christo" (Untuk
memulihkan segalanya kepada Kristus). Ia mendefinisikan dirinya sebagai
sebagai Paus Pembaharu. Ia terpilih pada Agustus 1903 dan dalam bulan
November, ia menerbitkan dokumen pertamanya semasa kepausannya, sebuah
motu proprio dengan nama Tra Le Solicitudini, yang artinya, "Di Antara
Keprihatinan". Ini adalah sebuah dokumen perihal pembaharuan dalam musik
sakral. Di dalamnya, Bapa Suci menyebutkan, "Dalam rangka agar umat
lebih aktif berpartisipasi dalam liturgi suci, hendaknya mereka sekali
lagi diminta untuk menyanyikan lagu Gregorian dalam sebuah kesatuan
jemaat".
Itulah arti dari istilah "partisipasi aktif" yang muncul
pertama kalinya dalam dokumen kepausan. Tetapi hal tersebut telah
digunakan sepuluh tahun lebih awal pada dokumen yang lainnya,
diterbitkan oleh Pius X sebelum beliau menjadi Paus. Saat itu beliau
menjabat sebagai Patriark Venesia, dan dokumen tersebut, sebagaimana
tersingkap, ditulis oleh seorang Jesuit, dengan sebutan Angelo dei
Sancti ("malaikat para kudus"). Terdengar seperti nama yang fiktif.
Pada setiap kasus, penggunaan pertama dari actuosa participatio,
partisipasi aktif, merujuk secara eksplisit dan khusus kepada restorasi
dari nyanyian jemaat, lagu Gregorian. Pada tahun 1928, Paus Pius XI
menegaskan pada surat Apostoliknya, Divini Cultus. Sembilan belas tahun
sesudahnya, pada Magna Carta dalam reformasi liturgi, Mediator Dei, yang
diterbitkan oleh Pius XII, istilah yang sama juga digunakan dengan arti
yang serupa. Jadi, hingga Konsili Vatikan II, istilah "partisipasi
aktif" merujuk secara khusus pada nyanyian Gregorian oleh umat.
Tidak Ada Inovasi Kecuali Kepentingan Gereja yang Membutuhkannya
Tetapi
kembali pada Konsili. Pada paragraf yang sama dari Sacrosanctum
Concilium, no.14, konsili melanjutkan: "Dalam pembaharuan dan
pengembangan liturgi suci keikut-sertaan segenap Umat secara penuh dan
aktif itu perlu beroleh perhatian yang terbesar." Jadi, konsili sendiri
telah mendefinisikan tujuan dari pembaharuan liturgi: penuh, sadar dan
partisipasi aktif. Bagaimana konsili mewujudkan tujuan ini agar
tercapai? maka, hal ini bukanlah sesuatu untuk diduga atau bermain
spekulasi: "Maka dari itu dalam seluruh kegiatan pastoral mereka para
gembala jiwa harus mengusahakannya dengan rajin melalui pendidikan yang
seperlunya. " Ide dari Konsili ini sudahlah jelas: liturgi diperbaharui
dengan mengedepankan partisipasi aktif melalui edukasi yang lebih. Tidak
satu pun dikatakan di sini mengenai perubahan atau reformasi dari ritus
itu sendiri. Terakhir, ketika perubahan sedang didiskusikan, Konsili
menyatakan pada paragraf 23: "janganlah kiranya diadakan hal-hal baru,
kecuali bila sungguh-sungguh dan pasti dituntut oleh kepentingan
Gereja." Jadi tidak ada perubahan kecuali ada sebuah kebutuhan yang
nyata, terbukti dan dibuktikan.
Paragraf 23 berlanjut: "Dan dalam
hal ini hendaknya diusahakan dengan cermat, agar bentuk-bentuk baru itu
bertumbuh secara kurang lebih organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada
" Tumbuh secara organis - seperti tumbuhan, bunga, pohon - bukanlah
sesuatu yang disusun oleh seorang intelektual elit, dan bukanlah sesuatu
yang disusun dan dipasangkan begitu, atau dibawa kembali (ke saat ini)
dari sepuluh abad yang lalu, atau lima belas abad yang lalu, melainkan
sebuah pertumbuhan yang alami/organis. Itulah yang telah dikatakan dalam
Konsili.
Paragraf 48 memulai bab-nya mengenai Misa. Dan judul
dari bab ini sungguh menarik. Bukan disebut dengan "Ekaristi" atau
"Misa"; melainkan disebut dengan "Misteri Ekaristi Suci". Bahkan pada
judul bab tersebut, anda dapat merasakan apa yang terpenting, yaitu
misteri, kesakralan, kekaguman, transendensi Allah.
Paragraf 48
kembali kepada tema kesadaran yang lebih tinggi, pengetahuan yang lebih
dalam daripada umat, sebagai tujuan supaya mereka dapat masuk lebih
dalam kepada misteri yang sedang dirayakan: "Maka dari itu Gereja dengan
susah payah berusaha, jangan sampai Umat beriman menghadiri misteri
iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya
melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan
ikut-serta penuh khidmat dan secara aktif." Lalu, dalam paragraf 49,
dokumen tersebut menyatakan, "Maka dari itu, dengan memperhatikan
perayaan Ekaristi yang dihadiri Umat, terutama pada hari Minggu dan
hari-hari raya wajib, konsili suci menetapkan hal-hal berikut, supaya
kurban Misa, pun juga bentuk upacara-upacaranya, mencapai hasil guna
pastoral yang sepenuhnya."
Paragraf 50 sampai 58 berisi sembilan
perubahan spesifik yang dipikirkan Konsili perihal pembaharuan liturgi.
Tetapi, sebelum kita mempelajarinya, kita harus mengingat bahwa ketika
Konsili menyusun proposal-proposal ini, tidaklah dipikirkan hanya dalam
semalam. Sekalipun ini adalah dokumen pertama yang diterbitkan dalam
Konsili, dokumen ini tidaklah diterbitkan tanpa persiapan yang lama.
Pergerakan liturgi modern dimulai pada pertengahan abad ke-19. Hal ini
telah didorong oleh Pius X sendiri, lalu dalam permulaan abad ke-20 dan
bertahun-tahun sesudahnya melalui studi, doa, dan kongres-kongres
liturgi selama setengah abad pertama. Pada kenyataannya, setelah
Mediator Dei pada tahun 1947, terdapat tujuh konferensi liturgi yang
dihadiri oleh ahli-ahli liturgi, pastor, dan para pejabat Roma. Jika
anda membaca isi pertemuan-pertemuan itu dan proposal-proposal yang
dibuat, anda akan menyaksikan bahwa yang diuraikan oleh Konsili di sini
adalah buah dari pertemuan-pertemuan tersebut. Hal ini merupakan
intisari dari doa dan refleksi yang juga puncak dari pergerakan liturgi
yang telah ada lebih dari seabad sebelum Konsili.
Sembilan Proposal
Apa
saja sembilan proposal, atau sembilan mandat liturgi dari konsili?
Paragraf 50 mengatakan bahwa ritus akan disederhanakan dan hal-hal
tersebut yang telah terduplikasi (pengulangan) dengan berjalannya waktu
atau tertambahkan dengan manfaat yang kecil, akan ditiadakan. Dan,
setelah konsili, reformasi ini akan mengambil tempat melalui beberapa
cara. Saya rasa hal ini terjadi lebih jauh dari yang dimaksudkan
Konsili, tetapi ada beberapa penyederhanaan dalam Misa yang telah
dimaksudkan Konsili secara jelas.
Paragraf 51: "Agar santapan
sabda Allah dihidangkan secara lebih melimpah kepada umat beriman,
hendaklah khazanah harta Alkitab dibuka lebih lebar." Hal ini telah
dicapai dengan jumlah bacaan yang lebih banyak dari Kitab Suci yang
tersebar sepanjang siklus liturgi, baik pada hari Minggu dan siklus
harian. Sekarang, khususnya jika anda menghadiri misa harian, anda akan
mendapatkan lebih banyak makanan rohani, dan jika anda menghendaki -
bertambah-banyaknya pilihan bacaan Kitab Suci.
Paragraf 52
mengatakan: "Homili sebagai bagian liturgi sendiri sangat dianjurkan."
Konsili telah lebih mengusahakan untuk memberikan homili yang bagus dan
saya pikir, usaha tersebut sudah dijalankan. Walau homilinya lebih
membaik atau tidak, anda dapat menilainya sendiri. Paragraf 53 berkata
bahwa Doa Umum atau Doa Umat harus dilestarikan dan hal tersebut sudah
dilakukan juga.
Paragraf 54 adalah paragraf kunci: "Misa suci
yang dirayakan bersama Umat bahasa pribumi dapat diberi tempat yang
sewajarnya." Apa yang Konsili pikirkan? mari kita lanjutkan: "terutama
dalam bacaan-bacaan dan doa Umat, dan – sesuai dengan situasi setempat –
juga dalam bagian-bagian yang menyangkut Umat. " Dan dilanjutkan,
"Tetapi hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama
mengucapkan atau menyanyikan dalam bahasa latin juga bagian-bagian Misa
yang tetap yang menyangkut mereka." - (hal ini, bagian yang tidak
berubah, bagian yang ada di sana setiap harinya) - "yang menyangkut
mereka".
Jadi, Konsili tidak menghilangkan bahasa Latin di dalam
liturgi. Konsili mengijinkan bahasa vernakular/pribumi dalam hal-hal
yang terbatas, tetapi dapat dengan jelas dipahami bahwa bagian-bagian
yang tetap dari Misa harus tetap dalam bahasa Latin. Lagi, saya hanya
memberi tahu akan apa yang Konsili katakan.
Paragraf 55
mendiskusikan mengenai penerimaan Komuni, jika memungkinkan, dari
hosti-hosti yang dikonsekrasi pada misa yang anda hadiri. Yang telah
sering dilakukan atau diusahakan pada beberapa paroki sekarang, tetapi
sulit untuk dilakukan dengan cara yang tepat. Sangatlah sulit untuk
menghitung hosti yang akan anda butuhkan. Juga, anda harus menyimpan
beberapa hosti dalam tabernakel untuk yang sakit dan untuk adorasi.
Konsili juga mengijinkan penerimaan Komuni dalam dua rupa namun dalam
keadaan-keadaan yang tertentu. Sebagai contoh, "bagi para tahbisan baru
dalam Misa pentahbisan mereka, bagi para prasetyawan dalam Misa
pengikraran kaul-kaul relegius, bagi para baptisan baru dalam Misa
sesudah pembaptisan." Konsili itu sendiri tidak menyebutkan untuk
memberikan dalam dua rupa tersebut kepada umat sepanjang waktu,
melainkan memberikan ijin yang terbatas untuk itu.
Paragraf 56
mengatakan bahwa terdapat dua bagian dalam liturgi, Sabda dan Ekaristi,
dan pastor harus berusaha mengajarkan kepada umat untuk ambil bagian
dalam keseluruhan Misa, khususnya pada hari Minggu, Liturgi Sabda
sebagai bagian yang penting dan signifikan dalam Misa, jadi anda jangan
berpikir telah hadir dalam Misa hanya dengan datang setelah Persembahan
dan terus di sana untuk Konsekrasi dan Komuni.
Paragraf 57 menyatakan bahwa konselebrasi harus diijinkan; paragraf 58, bahwa upacara baru untuk konselebrasi akan disusun.
Itu adalah jumlah total dari sembilan mandat Konsili untuk perubahan
dalam ritual itu sendiri, sekalipun ada beberapa paragraf-paragraf lain
yang berkaitan untuk disebutkan di sini.
Dalam paragraf 112, yang
mana Konsili berbicara secara spesifik perihal musik, kita membaca:
"Tradisi musik Gereja semesta merupakan kekayaan yang tak terperikan
nilainya, lebih gemilang dari ungkapan-ungkapan seni lainnya." Ini
adalah sebuah pernyataan yang luar biasa dan mengejutkan; Konsili secara
jelas menyebutkan bahwa musik Gereja adalah sebuah harta seni yang
lebih tinggi nilainya dari berbagai harta seni yang ia miliki. Pikirkan
akan hal tersebut. Ingatlah akan Katedral Chartres. Pikirkan akan "The
Pieta". Pikirkan mengenai "Da Vinci's Last Supper" ("Perjamuan Terakhir"
karya Da Vinci). Pikirkan akan seluruh salib-salib dari Catalonia di
Spanyol. Konsili telah menekankan bahwa seluruh tradisi musik Gereja
adalah sebuah harta yang memiliki nilai yang tertinggi dari seluruh seni
yang lain.
Tetapi Konsili akan diabaikan jika dalam membuat
pernyataan yang mengejutkan ini tanpa disertai alasan akan hal tersebut:
"Alasan utama akan pernyataan ini adalah, sebagaimana musik sakral
tersatu dengan Kitab Suci, maka ia dengan sendirinya membentuk suatu
bagian integral tak terpisahkan dari liturgi meriah." Apa yang
dimaksudkan yaitu: adalah baik dan terpuji untuk memiliki sebuah gereja
yang indah, jendela-jendela indah, patung-patung, Salib yang megah,
arsitektur rohani yang dapat mengangkat hatimu kepada Allah. Tetapi
semua itu terdapat di luar Misa. Semua itu adalah sebuah "lingkungan
peribadatan"/"worship environment", sebagaimana yang dikatakan sekarang.
Semua itu bukanlah misa itu sendiri. Konsili menyebutkan bahwa ketika
Misa tersebut dimasukkan musik, inilah yang membuat musik ini berharga,
yang mana, dengan sendirinya memperkuat makna Misa; dan itulah yang
membuat tradisi musik menjadi tradisi paling berharga dalam Gereja.
Perhatikan, bagaimanapun bahwa maksud Konsili yang dalam beberapa
dokumen-dokumen Gereja dikatakan secara eksplisit, bentuk paling
sempurna dari musik dalam Misa bukan pada Paduan Suara, yang disebut
sebagai "Paduan Suara Bersatu" ("gathering hymn") dan dengan
antithesisnya, aku rasa kamu akan menyebutnya sebagai "Paduan Suara
Pengacau" ("Scattering Hymn") pada akhirnya. Penggunaan musik paling
tepat pada Misa, seperti yang terlihat dalam tradisi Gereja dan
ditegaskan kembali oleh Konsili, adalah menyanyikan Misa itu sendiri:
Kyrie (NB: Tuhan Kasihanilah Kami), Agnus Dei (NB: Anak Domba Allah),
Sanctus (NB: Kudus), Aklamasi-aklamasi, Alleluya, dan sebagainya. Lagi,
ini bukanlah teori Rm.Fessio pribadi; ini adalah apa yang Konsili secara
nyata katakan. Paragrapf 112 menambahkan, "Maka musik liturgi semakin
suci, bila semakin erat hubungannya dengan upacara ibadat " Ini
memperkuat poinku.
Paragraf 114 menambahkan: "Khazanah musik
liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan secermat mungkin." Lalu
dalam paragraf 116 kita akan menemukan hal yang lebih mengejutkan:
"Gereja memandang nyayian Gregorian sebagai nyayian khas bagi liturgi
Romawi. Maka dari itu – bila tiada pertimbangan-pertimbangan yang lebih
penting – nyanyian Gregorian hendaknya diutamakan dalam upacara-upacara
liturgi." Ini adalah yang Konsili secara nyata katakan. Jika kamu ada di
sebuah paroki yang menyebutkan dirinya hidup dengan semangat Vatikan
II, maka kamu seharusnya menyanyikan lagu Gregorian pada Parokimu. Dan
jika kamu tidak menyanyikan Lagu Gregorian, kamu tidak mengikuti mandat
khusus dari Konsili Vatikan II.
Sekarang, dengan sedikit catatan
kaki pada nyanyian Gregorian. Ketika merefleksikan hal-hal ini akan
Musik Gereja, aku mulai berpikir akan Mazmur dalam beberapa tahun yang
lalu. Dan sebuah ide yang begitu jelas tiba-tiba menghampiriku. Mengapa
tidak datang lebih awal, aku tidak tahu, tetapi pada kenyataannya adalah
bahwa Mazmur adalah nyanyian. Masing-masing dari 150 Mazmur adalah
untuk dinyanyikan; dan dahulu dinyanyikan oleh umat Yahudi. Ketika ide
ini datang padaku, aku seketika menelpon teman, seorang rabbi di San
Fransisco yang menjalankan Sekolah Yahudi, dan aku bertanya, "Apakah
kamu menyanyikan Mazmur di Sinagoga-mu?" "Well, tidak, kami
membacakannya", katanya. "Apakah kamu tahu bagaimana Mazmur itu
dinyanyikan seperti ketika masa Perjanjian Lama dan pada masa Yesus dan
para rasul?" tanyaku. Ia menjawab, "Tidak, tetapi mengapa kamu tidak
bertanya pada sebuah perusahaan di Upstate New York. Mereka menerbitkan
musik Yahudi, dan mungkin mereka tahu."
Maka, aku menghubungi
perusahaan tersebut dan mereka mengatakan, "Kami tidak tahu; hubungi
1-800-JUDAISM." Dan aku lakukan. Lalu aku mendapat sebuah pusat
informasi akan tradisi Yahudi, namun mereka pun tidak tahu. Mereka
mengatakan, "Kamu hubungi guru musik ini di Manhattan" dan kami pun
menjalani perbincangan panjang. Pada akhirnya, aku berkata, "Aku ingin
membawa beberapa fokus akan hal ini, dapatkan kamu mendeskripsikan
bagaimana ketika Yesus dan para Rasul menyanyikan Mazmur?" Ia menjawab,
"Tentu saja Bapa. Itu seperti Lagu Gregorian. Kalian mendapatkannya dari
kami."
Aku terkejut saat itu. Aku menghubungi Proffessor William
Mart, seorang Profesor Musik di Universitas Stanford dan seorang teman.
Aku bertanya, "Bill, apakah ini benar?", Ia menjawab, "Ya, nada-nada
pada Mazmur memiliki akar dari Yahudi kuno." Jadi, tahukah kamu? jika
kamu menyanyikan Mazmur pada Misa dengan nada-nada Gregorian, kamu sudah
mendekati sebagaimana kamu berdoa bersama Yesus dan Maria. Mereka
menyanyikan Mazmur dalam nada yang telah sampai pada kita dalam Lagu
Gregorian.
Jadi, Konsili tidak memanggil kita untuk kembali pada
praktek kuno abad pertengahan, saat yang "mengerikan", abad pertengahan
yang "memuakan", suatu saat ketika mereka yang saat itu hanya mengerti
sedikit sekali perihal liturgi, sehingga yang dapat mereka lakukan
adalah membangun Katedral Chartres. (Ketika aku melihat
katedral-katedral dan gereja-gereja dibangun yang memiliki peringkat ke
sepuluh dari keindahan di Notre Dame de Paris, maka aku akan berkata
bahwa para ahli liturgi memiliki hak untuk berbicara. Namun setelahnya,
mereka tidak memiliki hak untuk berbicara akan keindahan dalam liturgi).
Tetapi poin saya adalah, pada masa Notre Dame de Paris yang saat itu
abad ke 13, penadaan Mazmur sudah ada lebih dari seribu tahun. Dan
disebut 'Gregorian' oleh Paus Gregorius I yang memerintah dari tahun 590
sampai 604. Ia tidak menemukan lagu Gregorian; ia melakukan penyusunan
ulang dan merumuskannya serta mendirikan sekolah musik untuk
menyanyikannya dan mengajarkannya. Ini adalah sebuah reformasi; ini
bukanlah suatu penemuan. Maka, Konsili benar-benar memanggil kita untuk
kembali pada tradisi yang tidak terputus akan musik sakral sejati dan
memberikan kepada musik tersebut suatu tempat yang layak dan pantas.
Hal terakhir yang ingin aku kutip dari Konsili adalah paragraf 128,
yang berbicara tentang seni sakral dan perabotan sakral: "Bersama dengan
peninjauan kembali buku-buku liturgi menurut kaidah art. 25, hendaknya
Hukum serta ketetapan-ketetapan Gereja mengenai benda-benda perlengkapan
ibadat pun selekas mungkin ditinjau kembali. Adapun peraturan-peraturan
itu terutama menyangkut pembangunan rumah-rumah ibadat yang pantas dan
cocok, mengenai bentuk dan pembuatan altar, mengenai keanggunan,
penempatan serta keamanan tabernakel untuk Ekaristi suci, mengenai letak
panti Baptis yang baik dan kelayakannya, ..." dan sebagainya.
Apa yang Tidak Disebutkan dalam Konsili
Hal
itu secara esensial adalah mengenai apa yang sesungguhnya Konsili
Vatikan II katakan perihal pembaharuan liturgi. Marilah aku beritahu
akan apa saja yang tidak disebutkan. Konsili tidak menyebutkan kalau
tabernakel boleh dipindahkan dari lokasi di tengah ke lokasi lain. Pada
kenyataannya, secara spesifik kita harus memerhatikan mengenai manfaat
dan kehormatan ketika menempatkan tabernakel. Konsili tidak menyebutkan
bahwa Misa harus dirayakan dengan imam menghadap umat (NB: versus
populum). Ini tidak ada dalam dokumen Vatikan II; hal ini tidak
disebutkan. Sama sekali tidak muncul dokumen-dokumen yang mencatat
formasi dari Konstitusi pada Liturgi; tidak muncul sama sekali. Misa
yang menghadap umat bukanlah suatu kebutuhan dari Vatikan II; ini
bukanlah semangat Vatikan II; sama sekali tidak tercantum dalam dokumen
Vatikan II. Hal ini adalah sesuatu yang diperkenalkan di tahun 1969.
Dan, bagaimanapun, tidak pernah dalam sejarah Gereja, baik dalam Gereja
Timur atau Barat, akan adanya tradisi merayakan Misa dengan imam
menghadap umat. Tidak pernah sama sekali hingga tahun 1969. Hal ini
terjadi sesekali di Jerman, di antara masa perang; sesekali dilakukan
pada sebuah puri dimana Romano Guardini dan sekelompok mahasiswanya
bertemu; Ini dilakukan di Austria dekat Wina oleh Pius Parsch di sebuah
gereja khusus, yang mana ia menyebutnya sebagai "Misa Liturgis". Itu
adalah sebuah ekspresi yang aneh, sebuah "Misa Liturgis". Misa adalah
Liturgi itu sendiri.
Namun dalam kesempatan-kesempatan tertentu,
saya mengatakan dengan tanpa rasa takut akan kontradiksi dengan siapa
pun yang mengetahui, mengenai sebuah Misa yang menghadap umat, bahwa
fakta-fakta tersebut pada nyatanya bukanlah suatu tradisi dalam sejarah
Gereja. Sekarang, apakah hal ini bisa disebut sebagai dosa? Tidak.
Apakah ini salah? Tidak. Apakah ini diijinkan? Ya. Apakah hal ini
dibutuhkan? Tidak sama sekali. Pada kenyataannya dalam Misa Romawi
Latin, yang mana ada edisi terjemahan Misa yang diterjemahkan berdasar
Missale Romanum (tidak selalu diterjemahkan tepat, namun setidaknya
berdasar padanya) rubrik-rubrik di dalamnya meminta agar Misa menghadap
ke Timur (ad orientem), Misa menghadap Allah (versus Deum).
Kini,
untuk 25 tahun pertama dari imamatku, aku merayakan Misa seperti yang
kamu lihat ketika kamu pergi ke Paroki pada umumnya: dalam bahasa
Inggris, 'facing the people'. Hal ini terjalankan dengan baik; aku pun
melihatnya berjalan dengan baik; aku mencoba untuk menjalankannya dengan
baik. Namun pada tiga tahun terakhir, setelah mempelajari dan melakukan
refleksi, aku berubah pikiran. Aku berpikir bahwa Misa menghadap umat
adalah sebuah kesalahan.
Namun, sekalipun bukan kesalahan,
setidaknya inilah yang dapat kita katakan: Tidak perlu sebuah ijin untuk
Misa yang menghadap Allah, menghadap Tabernakel, menghadap ke Timur,
menghadap umat. Dan tentunya haruslah diberikan hak yang sama, begitu
juga menurutku terhadap Misa menghadap umat. Sudah sekitar 1800 tahun
sekurang-kurangnya Misa menghadap Allah dijalankan, dan haruslah
diijinkan untuk dilanjutkan. Aku pun berpikir Misa dengan sikap ini
secara simbolis lebih bermakna.
Memang betul bahwa ketika Imam
menghadap ke umat untuk perayaan Kurban Ekaristi, di sana terdapat suatu
rasa persatuan sebagai komunitas. Tetapi di dalamnya juga terkandung
suatu bahaya seorang Imam menjadi pemain, dan kamu sebagai penonton -
secara jelas ini adalah apa yang Konsili tidak inginkan: Imam tontonan
dan umat penonton. Namun ada hal yang lebih problematis. Kamu dapat
melihatnya, mungkin dengan membandingkan Misa menghadap umat dengan Misa
yang menghadap ke Timur atau menghadap Allah. Aku tidak akan lagi
mengatakan Misa dengan "membelakangi umat" sebagaimana Patton memimpin
pergi menuju Jerman dengan "punggungnya terhadap prajurit-prajuritnya".
Patton memimpin Third Army menuju Jerman dan mereka mengikutinya untuk
menggapai tujuannya. Misa adalah bagian dari Gereja yang Mengembara pada
jalannya menuju tujuan akhir kita, tanah surgawi. Dunia ini bukanlah
tanah surgawi kita. Kita tidak duduk dalam sebuah lingkaran dan
memandang satu sama lain. Kita ingin untuk melihat satu sama lain
bersama Imam menghadap Matahari terbit, cahaya kemuliaan, dimana Sang
Putra akan kembali lagi dengan mulia dari langit.
Dan juga, pada
Misa yang dirayakan secara tradisional, Imam juga menghadap umat ketika
ia berbicara atas nama Allah untuk menyampaikan Sabda dan
menjelaskannya. Dan juga ia menghadap umat ketika ia menerima
persembahan mereka. Lalu ia kembali menghadap Allah bersama umat untuk
mempersembahkan persembahan tersebut kepada Bapa, berdoa agar Roh Kudus
akan turun dan mengubah persembahan tersebut menjadi Tubuh dan Darah
Kristus. Dan ketika bagian paling sakral berlangsung, Imam kembali untuk
memberikan persembahan tersebut kembali kepada umat. Aku rasa hal ini
lebih dramatis. Entah aku benar atau salah, semua yang aku ungkapkan
adalah sebuah hak untuk eksis. Jika hal ini justru menjauhkan dari
perdamaian dan ketenangan, setidaknya hal ini bisa ada dan eksis.
Sebagaimana aneh hal ini muncul, sama sekali tidak dibutuhkan ijin
untuk melakukan Misa menghadap ke Timur. Bapa Suci melakukannya setiap
pagi di dalam kapelnya. Tetapi terdapat suatu tabu akan hal ini, yang
mana kebanyakan pastor takut melakukan ini karena mereka bisa dimutasi
oleh sebagian kecil paroki.
Konsili juga tidak berkata apapun
perihal memindahkan Tabernakel. Tidak berkata apa pun juga perihal
penyingkiran pagar altar. Tidak menyebutkan apapun untuk menyingkirkan
dudukan berlutut. Tidak berkata apapun untuk menggeser altar. Tidak
berkata apapun mengenai kanon-kanon yang beraneka ragam. Semua itu
adalah temuan baru, murni temuan baru.
Tidak pernah dalam Gereja
untuk memilih Doa Syukur Agung (DSA) pada sebuah perayaan atau yang
sudah ada dari Gereja. Di Timur, ada dua Doa Syukur Agung yang utama.
Secara umum, berbeda menurut daerahnya, atau digunakan pada
perayaan-peringatan yang berbeda. Namun dalam Ritus Romawi, Ritus Latin,
hanya ada satu Doa Syukur Agung. Ada perbedaan sedikit di Milan, ada
perbedaan sedikit di Spanyol yaitu ritus Mozarabik; dan juga berbeda
pada beberapa tempat - ordo Dominikan dan beberapa di antaranya setelah
Abad Pertengahan. Namun hanya ada satu kanon, DSA, Kanon Romawi. Aku
mulai berpikir bahwa memang inilah yang terbaik. Aku berkata demikian
bukan hanya sekedar setuju dalam persatuan dengan para Bapa Gereja,
Doktor, para Kudus dan para mistikus Gereja selama ratusan tahun (lebih
dari seribu tahun) - tetapi karena aku berpendapat hal ini lebih kaya
makna.
Satu masalah, keduanya terjadi pada saat Konsili dan
sesudahnya, yaitu rasionalisme, yang mana Bapa Suci telah berbicara akan
ini. Rasionalisme adalah sebuah pemikiran bahwa kita dapat melakukan
apapun dari apa yang kita pikirkan. Para ahli liturgi setelah Konsili
mencoba untuk menyusun liturgi yang lebih sempurna. Tetapi tahukah kamu?
ketika kamu tumbuh di sebuah rumah dan sebuah ruangan ditambahkan,
sebuah loteng ditambahkan, sebuah garasi disertakan, mungkin secara
arsitektur tidaklah sempurna, tapi itu adalah rumahmu. Untuk
merubuhkannya dan mencoba untuk menyusunnya dengan yang baru dengan baja
dan kaca dan ubin karena itulah pemikiran modern, ini bukanlah cara
kamu menjalani kehidupan manusia. Namun itulah yang terjadi terhadap
liturgi.
Coba perhatikan kanon-kanon yang lain. Pertama kalinya,
saat aku merayakan Misa dengan Kanon Romawi, aku seringkali didatangi
umat dan bertanya, "Kanon apa itu tadi Bapa?" Aku jawab, "Ya, itu tadi
adalah Kanon Romawi (NB: DSA I), kanon yang telah digunakan selama 1600
tahun." "Oh, aku belum pernah mendengarnya." Secara umum, kamu bisa
mendapatkan Kanon kedua (NB: DSA II). Mengapa? karena adalah yang
tersingkat. Jadi, kamu dapat meluangkan waktu yang ada dengan bernyanyi,
komentator menjelaskan bermacam hal, serta homili yang panjang, dengan
prosesi besar-besaran dan para penyambut masuk, dan lain sebagainya.
Namun untuk bagian pengurbanan Misa, sikapnya dapat diringkas seperti
ini; "Mari kita selesaikan secepatnya bagian ini dengan Kanon Kedua".
Sekarang, dari mana Kanon Kedua berasal? Kanon ini berasal dari apa
yang disebut dengan Kanon Hyppolytus, disusun oleh seorang teolog yang
menjadi heretik/pengajar sesat, akhirnya rekonsiliasi dengan Gereja dan
mati sebagai martir. Sekitar tahun 215, ia menulis sebuah garis besar
akan bagaimana Misa dirayakan di Roma. Mungkin tidak pernah digunakan
sebagai teks liturgi karena pada masa Gereja awal masih belum ada kata
final dalam formalisasi tertulis sebuah liturgi, jadi tulisannya menjadi
sebuah garis besar yang digunakan oleh para selebran.
Maka,
Kanon Hyppolytus mungkin belum pernah digunakan sebagai kanon. Jika
pernah, kanon tersebut tidak digunakan lagi sekitar 1600 tahun yang
lalu. Dan kembali ke Konsili, yang mengatakan perubahan hendaknya
melalui pertumbuhan organis dan di sana tidak terdapat perubahan kecuali
dirasa perlu, kita sampai pada para liturgis yang berkata; "Oh, mari
kita ambil ini dari abad ketiga dan masukan kembali ke abad duapuluh."
Ini bukanlah pertumbuhan organik; ini adalah arkeologisme, secara
spesifik dikritik oleh Pius XII dalam Mediator Dei.
Kanon Ketiga
(DSA III) seluruhnya adalah baru. Tidak pernah ada kanon seperti Kanon
Ketiga dalam sejarah Gereja, kecuali dalam sedikit bagian. Rm.Vagaggini,
dengan bantuan Rm.Bouyer, aku percaya, mereka menyusunnya dengan segala
pengetahuan mereka akan sejarah liturgi yang luar biasa. Namun mereka
secara total menyusun kanon tersebut. Ini seperti mengambil sepotong
wortel, sepotong tomat, sepotong plum, dan serpihan batang pohon, lalu
meletakkannya bersama dan berkata, "Oke, kau lihat itu? ini alami".
Tetapi hal ini tidaklah alami melainkan dibuat dan disusun.
Kanon
keempat (DSA IV) didasarkan pada Kanon Timur Mesir, masih digunakan di
Gereja Timur; dan maka, masih ada pembenaran untuknya. Tetapi kanon ini
jarang digunakan sekarang karena kamu tidak dapat mengunakannya dengan
Prefasi yang lain; sedikit banyak tersingkirkan penggunaannya sekarang.
Poin yang dimaksudkan adalah, Konsili tidak meminta untuk memperbanyak
kanon, dan aku rasa masih ada alasan-alasan lain untuk tetap menggunakan
Kanon Romawi. Tidak pula Konsili, seperti yang aku utarakan, meminta
untuk menghilangkan bahasa Latin. Secara khusus konsili memberi mandat
untuk melestarikan bahasa Latin dan hanya mengijinkan penggunaan bahasa
vernakular (NB: bahasa lokal/pribumi/modern) dalam keadaan-keadaan
khusus. Dan, akhirnya, Konsili tidak melarang penggunaan Lagu Gregorian,
seperti yang akan kamu pikirkan akan hilangnya hal tersebut di
parokimu. Konsili secara nyata menyebutkan untuk memberikan Lagu
Gregorian pada tempat yang terhormat.
Paus Yohannes Paulus II Mengarahkan Para Uskup
Jadi,
itulah apa yang Konsili secara nyata katakan. Aku telah mengungkapkan
semua ini selama beberapa tahun. Karena aku telah menceritakan hal ini
dan juga beberapa hal lainnya, Uskup Agung Weakland menjulukiku "Papal
maximalist" (NB: "pengikut keras Paus"), tetapi satu tahun dan beberapa
bulan yang lalu aku bersamanya menghadiri sebuah pertemuan di Chicago
mengenai liturgi. Ini adalah suatu pertemuan yang pas sekali, mereka
saat itu mendiskusikan sebuah dokumen, Paus mengarahkan para Uskup di
Northwest pada tahun 1998. Ingat, di tahun 1998 seluruh uskup di Amerika
Serikat pergi ke Roma untuk kunjungan Ad Limina. Untuk selama setahun
penuh, sebagaimana setiap kelompok uskup yang datang, Bapa Suci
berbicara kepada mereka perihal bagaimana menginterpretasi Konsili
Vatikan II menurut arah yang akan mengantarkan kita menuju Milenium
Ketiga.
Ini terjadi ketika para Uskup dari Northwest datang dari
Alaska, Washington, Oregon, Montana dan Idaho - Bapa Suci berbicara
perihal liturgi. Uskup Agung Weakland dan yang lainnya kurang begitu
menyukai dengan apa yang Paus katakan. Dan aku mengambil kesempatan pada
siang hari itu untuk berkata kepada Uskup Agung Weakland, "Tahukah
anda, bapa Uskup Agung, anda secara publik menyebutku "papal
maximalist". Anda mempublikasi artikel di sebuah majalah Amerika yang
mana anda menggunakan judul itu untukku. Tetapi anda lihat, aku tak
dapat berbuat apa-apa dan Paus tetap setuju denganku."
Inilah
yang Paus katakan kepada para Uskup di Northwestern Amerika serikat:
"Perayaan dua ribu tahun kelahiran sang Penyelamat adalah sebuah
panggilan kepada seluruh pengikut Kristus untuk mencari suatu pencarian
Allah sejati dan jalan menuju kekudusan. Dengan Liturgi adalah bagian
utama dari kehidupan Kristiani, aku berharap hari ini untuk memahami
beberapa aspek dari pembaharuan liturgi yang secara nyata didorong oleh
Konsili Vatikan II, sebagai agen primer untuk pembaharuan yang lebih
luas kehidupan Katolik. Dan di dalamnya, diinginkan untuk memperbaharui
liturgi." Paus berkata di sini, dengan kita melihat tahun 2000, kita
harus kembali dan melihat apa yang Konsili inginkan untuk pembaharuan
liturgi, karena ini adalah agen primer untuk pembaharuan kehidupan
Katolik.
Ia melanjutkan: "Untuk melihat kembali akan apa saja
yang telah dicapai di bidang pembaharuan liturgi semenjak Konsili,
adalah dimulai dengan melihat beberapa alasan untuk berterima kasih dan
memuji sepenuh hati kepada Tritunggal Maha Kudus untuk perhatian yang
luar biasa yang telah berkembang di antara umat beriman akan peran
mereka dan penuh tanggung jawab dalam segala karya pastoral dari Kristus
dan GerejaNya. Juga untuk menyadari bahwa tidak semua perubahan selalu
dan dimanapun diikuti dengan penjelasan yang tepat dan katekese. Sebagai
hasilnya, dalam beberapa kasus terdapat kesalahpahaman akan sifat alami
liturgi, mengarah pada pelecehan, polarisasi, terkadang juga skandal
berat."
Paus secara umum berbicara secara diplomatis, terutama
kepada para Uskup. Ini adalah kata-kata yang cukup keras, dan ini adalah
sebuah pengantar, jadi secara jelas ia akan memberikan beberapa panduan
untuk menghindari polarisasi, skandal berat dan pelecehan-pelecehan
ini. Ia berkata, "Setelah berpengalaman lebih dari tiga puluh tahun
pembaharuan liturgi, kita telah diperlihatkan baik kekuatan maupun
kelemahan akan apa yang telah dijalankan..." (perhatikan dengan seksama
sekarang) "...dalam rangka untuk lebih secara berani merancang jalan
kita menuju masa depan, yang mana Tuhan telah rencanakan untuk
umat-umatNya yang dikasihiNya." Paus di sini, berbicara kepada
uskup-uskup kita, melihat ke depan menuju millenium baru dan berkata,
dalam manifestasinya. Di sini adalah apa yang aku pikir sebagai
rancangan Tuhan untuk semua manusia sebagaimana kita masuk ke milenium
selanjutnya. Dan secara khusus, di sinilah rancangan liturgi yang, aku,
Bapa Suci, percaya kita akan ikuti.
"Tantangannya sekarang" ia
melanjutkan, "adalah untuk bergerak melintasi segala kesalahpahaman yang
telah ada dan untuk mencapai poin yang tepat dan seimbang, terutama
dengan memasuki lebih dalam menuju dimensi ibadat yang kontemplatif,
yang meliputi rasa takjub, hormat dan adorasi yang secara fundamental
adalah sikap akan hubungan kita dengan Allah."
Apa yang Paus
katakan mengenai apa yang harus kita lakukan untuk menjaga keseimbangan?
Masuk ke dalam dimensi ibadat yang kontemplatif. Dapatkah kamu
berkontemplasi ketika kamu mendengarkan band dalam rumah Tuhan? di
manakah kita dapat menemukan rasa takjub? Tentu bukan dengan hal-hal
percakapan seperti ini di dalam Misa; "Selamat pagi semua !" apakah hal
seperti itu membangkitkan rasa takjub? "Selamat berhari baik." Paus
menyebutkan perihal hormat dan adorasi. Berdiri adalah sikap rasa
hormat; tetapi berlutut adalah sikap adorasi. Paus berkata bahwa kita
harus mengembalikan rasa adorasi (sense of adoration).
Paus
berkata kepada para ahli liturgi dan para Uskup, "Ekaristi membawa dan
membangun komunitas manusia, tetapi juga merupakan bentuk penyembahan
kepada Tuhan yang Maha Mulia". Ini dari Sacrosanctum Consilium paragraf
33. Ia melanjutkannya: "Secara subyektif bahwa ini bergantung secara
radikal dengan apa yang jemaat bawakan kepadanya, tetapi adalah obyektif
bahwa di dalam Ekaristi Ia datang kepada mereka sebagaimana Imam selaku
wakil Kristus yang mana Ia menyertai kita, tetapi Ia tidaklah
bergantung kepada kita."
Inilah mengapa begitu penting hukum
liturgi untuk dihormati: sebuah langkah obyektif haruslah diambil.
"Imam, yang merupakan pelayan liturgi dan bukan penemu atau pencipta,
memiliki tanggungjawab dalam berjalannya liturgi, begitu pula ia tidak
mengosongkan liturgi dari arti sejatinya atau mengaburkannya dari
sifatnya yang suci" kata Bapa Suci.
Lalu ia berbicara mengenai
"Inti misteri ibadat Kristiani". Apakah inti dari misteri ibadat
Kristiani itu adalah sebuah rasa kalau kita adalah umat pilihan Tuhan?
bukankah inti tersebut adalah suatu rasa kalau kita disatukan bersama?
ikatan spiritual? Namun tidaklah demikian menurut Paus yang berkata,
"Inti dari misteri ibadat Kristiani adalah Kurban Kristus kepada Bapa
dan segala karya Kebangkitan Kristus yang menguduskan umatNya melalui
tanda-tanda liturgi". Pengurbanan Kristus, pengudusan. Ini adalah yang
Paus sampaikan. Ingat, kini ia memimpin Gereja dalam milenium baru
secara liturgis. Ia melanjutkan: "Adalah penting suatu pencarian menuju
kedalaman kontemplatif dari ibadat, misteri yang tak berkesudahan akan
imamat Yesus Kristus untuk sepenuhnya dihayati dan dihormati."
Terdapat pergeseran dalam mengartikan selebran sebagai "pemimpin", dari
"selebran" atau sebagai "imam". Kini telah menjadi benar, ia adalah
seorang pemimpin. Tetapi ini adalah sebuah kiasan; dan aku rasa terdapat
sebuah agenda dibalik kiasan tersebut. Kamu lihat, seluruh sakramen
membutuhkan seseorang yang memimpin: saat Krisma, saat Ekaristi, saat
Pengakuan - dan saat pembaptisan. Siapa yang dapat memimpin saat
pembaptisan? imam adalah pelayan tertahbis sekaligus pemimpin, tetapi
dalam beberapa keadaan tak lazim, seorang awam -lelaki atau perempuan-
dan termasuk seorang non-katolik dapat memimpin saat pembaptisan. Dan
juga, aku percaya beberapa orang ingin agar kita jatuh dalam pola pikir
imam sebagai pemimpin secara khusus karena ini adalah istilah yang
abstrak, yang mana juga termasuk wanita.
Apa yang Paus katakan
akan permasalahan ini? "Imam, sebagaimana bukan hanya pemimpin, tetapi
juga yang bertindak sebagai wakil kristus." Kamu lihat, hanya imam yang
dapat bertindak sebagai in persona Christi capitis, sebagaimana
Pengantin Pria (Yesus) menikahi Pengantin Wanita (Gereja), yang mana itu
adalah Misa.
Penuh, Sadar dan Partisipasi Aktif
Bapa
Suci berikutnya mendiskusikan tiga atribut liturgi; Penuh, Sadar dan
Partisipasi Aktif. Ingatkah bahwa aku memulainya dengan membaca paragraf
14 dari Sacrosanctum Consilium, yang mana menyatakan bahwa tujuan dari
Konsili dalam membaharui liturgi adalah untuk mencapai penuh, sadar dan
partisipasi aktif? Nah, kata-kata tersebut dapat mempunyai arti yang
berbeda. Sangat menyenangkan untuk mencari tahu apa yang Paus pikirkan
akan arti semua ini, sebagaimana beliau menyampaikannya kepada kita akan
apa yang ia percaya bahwa Allah memanggil Gereja dalam liturgi di
milenium baru.
Pertama, beliau berbicara mengenai partisipasi
penuh. "Masuknya seluruh umat terbaptis dalam satu imamat Yesus Kristus
adalah kunci untuk memahami panggilan Gereja unuk penuh, sadar dan
partisipasi aktif. Partisipasi penuh berarti bahwa setiap anggota dari
komunitas memiliki bagian untuk berperan dalam liturgi. Berkaitan dengan
ini, pencapaian luar biasa telah dicapai dalam paroki-parokimu dan
komunitas-komunitas di wilayahmu. Tetapi, partisipasi penuh bukanlah
berarti bahwa setiap orang dapat melakukan segala hal. Karena ini akan
mengarah pada klerikalisasi awam dan pengawaman imam, dan ini bukanlah
apa yang dikehendaki Konsili."
Apa yang beliau maksudkan dengan
"klerikalisasi awam"? maksudnya adalah, sebagai contoh, lektor,
misdinar/putra altar, atau pembawa salib, berpartisipasi lebih aktif
daripada Bunda dan Putranya di balik gereja. Sebuah ide yang mana
seolah-olah lebih menyerupai imam di panti imam sehingga tampak
berpartisipasi lebih penuh. Tetapi Paus berkata untuk tidak kepada
pemikiran itu. Tadi adalah mengenai, "klerikalisasi awam" dan sekarang
"pengawaman imam", yang mana imam tidak melakukan peran imam melainkan
duduk, sementara awam membagikan Ekaristi, adalah bukan yang Konsili
kehendaki, kata Paus.
"Liturgi, sebagaimana Gereja, dianjurkan
untuk hirarkis dan bergema" katanya. Bukan konsentris dan persamaan
(concentric and egalitarian), melainkan hirarkis dan bergema:
"Menghormati peran yang berbeda-beda yang diberikan Kristus dan
mengijinkan berbagai suara yang berbeda menyatu dalam satu gema yaitu
suara sebuah doa." Aku tidak berkata bahwa tidak boleh ada lektor dan
akolit dan sebagainya. Mereka memang seharusnya ada. Tetapi yang aku
maksudkan di sini adalah, bukan seberapa dekat kamu kepada altar yang
menentukan seberapa aktifnya kamu turut mengambil bagian dalam Misa.
Jika seperti itu halnya, maka yang terjadi adalah mereka yang tidak
bertugas menjadi hadirin kelas dua. Ini bukanlah apa yang Konsili
maksudkan, kata Paus, mengenai partisipasi penuh.
Lalu Paus
sampai pada partisipasi aktif. "Partisipasi aktif yang dimaksudkan
adalah dalam sikap tubuh, menjawab, menyanyi dan melayani seluruh bagian
dari komunitas ketika ambil bagian secara aktif dalam ibadat, yang mana
berarti menahan diri atau pasif. Maka, partisipasi aktif tidaklah
menyingkirkan bagian-bagian keaktifan yang pasif seperti hening, diam
dan mendengarkan: tentu saja, tata liturgi memang mengharuskannya.
Jemaat tidaklah pasif, sebagai contoh, saat mendengarkan bacaan atau
homili atau menyimak doa dari selebran dan menyanyikan musik dalam
Liturgi. Semua ini adalah nuansa hening dan diam. Namun mereka berjalan
sendiri-sendiri menurut keinginan mereka, aktif yang berlebihan. Dalam
menghadapi sebuah budaya yang bersifat sulit untuk bisa secara meditatif
tenang, seni untuk hening mendengarkan yang hanya dipahami dengan
banyak kesulitan, maka sekalipun sifat liturgi harus secara tepat
terinkulturasi, namun dalam hal ini harus juga melawan budaya.
Terutama dalam dunia kita yang hingar-bingar, kita butuh akan
keheningan. Terutama dalam dunia kita yang mana sulit untuk berdoa, kita
butuh akan sebuah adorasi yang kontemplatif. Dalam sebuah dunia yang
tidak menghargai perputaran dan masa-masa liturgis, kita merayakan Hari
Kenaikan Tuhan pada hari Kamis, bukan pada hari Minggu. Secara gamblang
karena kita harus melawan budaya, kita harus berkata bahwa ada yang
lebih utama dari hari kerja. Sebab hari tersebut adalah hari raya.
Akhirnya, Bapa Suci berdiskusi tentang partisipasi yang sadar. Beliau
berkata, "Partisipasi yang sadar mengundang seluruh komunitas untuk
secara tepat berjalan dalam misteri liturgi" - Instruksi utama dari
Konsili - "Janganlah nuansa ibadat menurun menjadi suatu bentuk
ritualisme. Melainkan tetap berusaha agar liturgi itu sendiri dapat
membuat yang implisit menjadi eksplisit, karena ini semua seringkali
mengarah pada pengucapan yang sia-sia dan informalitas yang mana adalah
sesuatu yang asing dalam ritus Romawi dan berakhir dengan mengecilnya
aksi peribadatan."
Partisipasi yang sadar, bukanlah suatu
pengulangan akan apa yang komentator katakan kepada kita mengenai apa
yang terjadi selama Misa berjalan; bukanlah suatu informalitas awam dan
pengecilan liturgi. Itulah mengapa aku berpikir hal tersebut dapat
tampak seperti hal yang kecil, dan sangatlah buruk untuk memulai liturgi
dengan berkata, "Selamat pagi semua." Ini bukanlah suatu cara memulai
liturgi suci. Kamu memulai liturgi suci dengan, "Dalam nama Bapa, dan
Putra, dan Roh Kudus," atau akan lebih baik, "In nomine patris, et Filii, et Spiritus Sancti."
Bapa Suci melanjutkan: "Begitupula partisipasi secara sadar berarti
menekan segala pengalaman pra-sadar (subconsious), yang vital dalam
sebuah liturgi yang kaya akan simbol-simbol yang mana berbicara kepada
pra-sadar, sebagaimana hal itu berbicara kepada alam sadar. Penggunaan
bahasa pribumi membuka seluruh harta liturgi kepada semua yang ambil
bagian." Maka dari itu, ini adalah nilai positif untuk bahasa pribumi.
"Tetapi", Bapa Suci melanjutkan, "ini tidak berarti bahwa bahasa Latin
dan terutama lagu Gregorian yang dengan secara luar biasa teradaptasi ke
dalam ritus Romawi harus secara menyeluruh ditinggalkan."
Lalu
apa yang Paus katakan mengenai partisipasi penuh, sadar dan aktif? Itu
berarti harus hirarkis, harus hening dan ibadat yang indah dan megah,
harus ada bagian berbahasa Latin secara khusus dalam nyanyian pada
Liturgi. Maka, walaupun Paus tidak membicarakannya secara gamblang, ia
berpendapat bahwa Misa saat ini dirayakan tidak secara penuh sesuai
dengan mandat Konsili, sebagaimana diminta oleh Gereja untuk abad
selanjutnya.
Kini kita memiliki dua ekstrim dan posisi di
tengah-tengah. Posisi ekstrim pertama yaitu ada pada Misa informal,
semuanya dalam bahasa Inggris, menghadap ke umat, dengan musik
kontemporer, yang mana tidak semua sesuai dengan apa yang dikehendaki
Konsili. Namun ini adalah sah, dan diijinkan; Ini tidak salah. Dan kita
memiliki ekstrim yang lain, yaitu mereka yang memilih untuk kembali,
dengan ijin, kepada Misa tahun 1962, dan sebagaimana yang lain melihat
dan memperhatikannya, Misa ini kini tumbuh dan berkembang. Tetapi ini
juga bukan yang Konsili secara spesifik kehendaki, sekalipun Misa 1962
tersebut adalah Misa segala masa.
Lalu kamu memiliki posisi
tengah. Mereka yang ada di tengah. Saya dan beberapa lainnya. Saya akan
tetap memperjuangkan hak saya sebagai seorang Katolik dan sebagai Imam
untuk merayakan liturgi menurut Konsili, menurut apa yang sekarang ada
dalam buku-buku liturgi, untuk merayakan bentuk Misa yang di mana tidak
dibutuhkan ijin khusus dan dalam kenyataan tidak dapat dilarang, dengan
apa yang aku sebut sebagai "Misa Vatikan II."
Essay ini
ditampilkan pada September/Oktober 2000, berita dalam Catholic Dossier
dan berdasarkan kuliah tentang liturgi yang diberikan oleh Romo Fessio
di bulan Mei 1999.
Rm. Joseph D. Fessio, SJ adalah pendiri Ignatius Press.
Ia
masuk Novisiat Jesuit di tahun 1961 dan ditahbiskan imam pada 1972. Ia
menyelesaikan tugas kuliahnya di bidang filsafat di Universitas Gonzaga
pada 1966 dan meraih dua gelar Master (filsafat, teologi) dari institusi
yang sama. Ia menerima gelar Doktor Teologi di tahun 1975 dari
Universitas Regensburg, Jerman Barat, di mana pembimbing tesisnya adalah
Rm.Joseph Ratzinger (kini Paus Benedictus XVI). Thesis yang dibuatnya
yaitu tentang eklesiologi dari Hans Urs von Balthasar.
Rm.Fessio
mengajar filosofi di Universitas Gonzaga dan Universitas Santa Klara,
California dan mengajar teologi di Universitas San Fransisco sebelum
mendirikan Institut Santo Ignatius di Universitas San Fransisco pada
1976. Dua tahun kemudian ia mendirikan Ignatius Press. Kini ia menjabat
Provost di Universitas Ave Maria di Florida.
Artikel ini dipetik dan diterjemahkan bebas dari bahasa Inggris di;
http://www.ignatiusinsight.com/features2005/fessio_massv2_1_jan05.asp
Pada tanggal 4 Februari 2010 jam 16.00 WIB
Diterjemahkan oleh Albert Prasetya, artikel ini baik sebagai wacana akan liturgi dan silahkan untuk disebarluaskan kembali.